dari judulnya,
sok asik gak sih? hahaha
kembali
nulis lagi nih ceritanya, setelah hampir terlupakan lagi ini blog. Beginilah
kalo bermimpi jadi penulis TEMPO (tempo terbit, tempo tidak... jadi yaa gini,
semoga-lah ada isinya). Oke, cukup intro ga jelasnya dan back to the topic. Kebahagiaan semu – korban teknologi, nah loo... gimana ceritanya tuh?
gambar: jepretan sendiri pake hp, maafkan kualitasnya
Pada harian KOMPAS terbitan Senin, 1
Agustus 2016 halaman internasional terpampang paling atas berita dari Bapa Paus
Fransiskus yang berjudul “Paus: Tinggalkan Kenyamanan Hidup”. Oiya, sebelumnya ini bukan tentang agama
yaa, yang menarik bagi saya adalah
konteks pesan moral yang ingin disampaikan yaitu teknologi dan pengaruhnya
terhadap peradaban manusia. Kebetulan program studi saya adalah teknik
informatika dimana semua yang berbau IT (Information
Technology) menjadi menu utamanya, jadi asumsikan saja-lah bahwa saya sedikit
kompeten membahas topik ini, maksa dikit ceritanya hehehe...
“Anak-anak muda terkasih, kita tidak
datang ke dunia ini untuk berdiam diri, untuk menjalani kemudahan, untuk tidur
lelap di sofa empuk. Tidak! Kita datang ke dunia untuk sebuah alasan, untuk
meninggalkan jejak,” ujar Bapa Paus. Agak berat nih pembahasannya tapi bukan menafsirkan yaa... pernah gak sih tersadar-kan atau terbesit di benak
kawan-kawan tentang kehadiran gadget (satu
dari sekian bentuk teknologi) mengurangi nilai perjumpaan yang lebih berarti
dan nyata. Nilai yang dimaksud adalah afeksi yang secara otomatis didapatkan di
saat perjumpaan, ini yang berbeda jauh dengan “perjumpaan” melalui bantuan si gadget tadi. Kalau soal jejak, “perjumpaan”
melalui bantuan teknologi-pun meninggalkan jejak kok, misalnya rekaman pembicaraan kita via aplikasi media sosial apapun,
bahkan kita akan baca ulang untuk mengingat lalu senyum-senyum sendiri dan
selesai sampe situ iya kan? Sangat berbeda dengan perjumpaan yang akan
meninggalkan jejak nan tak ternilai harganya itulah afeksi tadi, atau lebih
sederhananya lagi – ada “rasa” disana kawan, sungguh.
Pernah terfikir oleh saya, teknologi
dengan segala bentuk representasi-nya adalah bom waktu penyebab “kelumpuhan” generasi
menjadi penghamba atas segala cara kemudahan hidup alias ingin yang instan saja
(eskapisme), proses atau perjalanan panjang dipangkas begitu saja. Ngeri atau
ga jelas nih? beda tipis memang... hahaha. Saat ini, mungkin setiap perjumpaan menjadi
kurang menarik karena membutuhkan waktu dan cost
perjalanan yang panjang, atau memang kualitas setiap perjumpaan kurang
berarti? itu yang saya sebut proses yang selanjutnya perlahan tapi pasti
ter-degradasi oleh kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi, pada akhirnya menghasilkan
kebahagiaan dan kepuasan semu. Dihh... asli tuh
pak haji?
“Unduhlah (download) tautan (link)
yang memungkinkan kalian mampu memberi kebaikan tanpa lelah,” papar Bapa Paus.
Saya nge-share yang baik-baik kok di akun medsos saya.. bla.. bla.. bla... betul kawan, semuanya kembali ke
pribadi masing-masing. Pernah saya berdebat dengan seorang kawan karena hal
senada dan menyinggung pribadi saya, begini katanya “kamu kan jurusan IT,
harusnya taulah gimana caranya menghasilkan kekayaan dari dunia maya!”. Sebuah
refleksi untuk pribadi saya (*semoga untuk yang membaca juga) bahwa dasar dari
teknologi hadir adalah untuk membantu manusia menyelesaikan permasalahan yang
ada, adapun hasil yang didapat adalah bonus. Jadi, (ini bukan kotbah yaa.. hehe)
mari kita memanfaatkan teknologi sewajarnya untuk tidak menghilangkan “rasa”
itu. Hehehe...
Salam Magis, #GembelElite
Tidak ada komentar:
Posting Komentar