Sisi lain film TOBA DREAMS “Sebuah Janji Cinta” dari tanah BATAK


Haloo... Salam hangat untuk kita semua dimana-pun berada saat ini, pada kesempatan ini kita membahas sedikit tentang film yang telah lama tayang di layar lebar TOBA DREAMS “Sebuah Janji Cinta”, bukan tentang cinta-cinta-an-nya to’ yaa... hehehe. Film ini diadaptasi dari novel seorang purnawirawan jendral, Letjen TNI (Purn). Dr. (HC). Tiopan Bernhard Silalahi akrab disapa Tebe Silalahi yang berjudul “TOBA DREAMS”. Oiya, kita bukan meresensi film dan juga isi dari novel tersebut melainkan membahas lebih mendalam ke sisi kehidupan BATAK TOBA yang menjadi latar utama pada film garapan sutradara senior Benni Setiawan ini. Berkat peran serta T.B. Silalahi sebagai eksekutif produser, film ini menyajikan lebih nyata suasana kehidupan di huta (kampung) Balige, gereja, rumah-rumah gorga (rumah adat Batak Toba) dan lain sebagainya. Menurut saya, film ini berhasil mempertontonkan benang-merah kehidupan Batak Toba, menjadi catatan bahwa tidak semua kehidupan orang Batak persis seperti cerita di film ini, tapi inilah keberhasilan film TOBA DREAMS bisa menggeneralisir dan menampilkan ikhtisar kehidupan Batak Toba berkat kemasan yang apik keindahan alam-nya, kehidupan di huta (kampung) halaman dan juga berkat sentuhan pernik adat-istiadat masyarakat di tanah Batak Toba.

Generasi suku Batak saat ini tampak seperti terbagi dua yaitu generasi yang asli lahir dan besar di tanah Batak dan generasi yang merantau ke kota atau generasi yang telah lahir dan besar di luar tanah Batak. Di film ini dicuplikkan sekian kisah yang menjadi gesekan dari dua generasi tadi, antara ketegangan adat dan modernisasi kota, antara aturan keluarga dan tradisi pengaruh globalisasi yang terjadi di setiap tempat, termasuk di tanah Batak sendiri. Prinsip hidup yang kuat kadang terlihat keras, misalnya: sebagai seorang prajurit berdisiplin tinggi, penuh dedikasi serta menjunjung tinggi sumpah anggota – cinta tanah air. Satu dari sekian ruh solidaritas dari orang Batak “mati demi kawan ido anggo au” artinya rela mati demi kawan dan kebaikan generasi penerus, jiwa heroik yang begitu besar. Tekad dan solidaritas tak diimbangi dengan kadar pendidikan pada akhirnya melahirkan generasi yang buas akan materi, disini peran orangtua sangat vital dan lingkungan. 

Ada hal yang menarik dari adat Batak, anak laki-laki yang lahir adalah reinkarnasi (hidup kembali) dari bapak-nya, karenanya akan meneruskan marga dari kelurganya. Anak lelaki tertua biasanya diberi pendidikan yang keras supaya bisa mengangkat harkat dan martabat keluarga termasuk dalam menjamin pendidikan untuk adik-adiknya kelak, singkatnya harus bisa lebih baik dari orangtuanya. Pendidikan yang keras tanpa pendampingan memiliki konsekuensi yang fatal, jalan yang menjadi pilihan hidup sang anak lepas dari kontrol orangtua. Seperti penggalan kalimat Ronggur (diperankan oleh Vino G. Bastian) “Kadang kita lupa, lelaki hebat bukan lelaki yang bisa melewati beribu pertempuran, lelaki hebat adalah yang selalu ada untuk keluarga”. Pada satu titik, anak sangat merindukan sosok ayah dan merindukan senyum sang ayah untuk anaknya. Pendidikan yang setinggi-tingginya untuk anak-anaknya adalah tujuan utama. “Keluarga bukan batalion yang harus turut semua perintah komandannya”, anak juga berhak menentukan pilihan untuk mimpinya masing-masing. Perbedaan agama – ras yang kerap kali tercipta dari kisah cinta perantau BATAK menjadi dinamika yang harus diterima, disini letak ke-BHINEKA-an yang dikemas dengan apik. Anak lahir membawa damai untuk keluarga, pulang ke kampung bertemu keluarga adalah cita-cita setiap perantau, dalam sebuah doa - semua doa itu baik.

Beberapa pesan yang disampaikan di film TOBA DREMS, tanah TOBA ini bagai surga kecil di bumi, surga tanpa wanita yang kita cintai tidak ada artinya, hanya titik airmata dan senyum kehancuran. Begitujuga dengan alasan kenapa orang BATAK betekad keras untuk merantau demi pendidikan, cita-cita dan cinta. Petani, supir adalah batu loncatan. Melawan perangai buruk. Siap mati demi tekad atau biasa disebut idealisme. Solidaritas mati demi kawan. Menghormati orang baik dan generasi penerus. Pantang dihina keluarganya – Anakkon hi do hamoraon di au.

Tujuan merantau adalah untuk pulang, yaa... Berbuat untuk kampung halaman, pulang untuk membangun kampung halaman dengan bekal pengalaman dari perantauan. Harapan akan pembangunan manusia dan tanah toba yang lebih baik, pendidikan-lah yang dijadikan “kambing hitam” akan kampung yang kotor begitujuga dengan Danau Toba, budaya laki-laki lebih senang ke lapo, perempuan ke ladang. Disini juga aku punya mimpi, bangun hotel, membangun Danau Toba jadi objek wisata interlokal bahkan internasional.

“Keberhasilan itu bukan karena kau sudah bisa jadi orang kaya, keberhasilan itu karena kau sudah bisa jadi orang baik. Wanita dituntut untuk bisa menjadi air, menetralkan sikap kerasnya pria orang Batak. Gotong royong untuk keluarga.

Film TOBA DREAMS ini juga mendapatkan banyak respon positif dari masyarakat dan pemerintah, diantaranya Bpk. Lambok V. Nathan (Deputi Staff Kepresidenan), Bpk. Cosmas Batubara (Mantan Menteri Perumahan Rakyat), Prof. DR.  Ir. Budi Susilo Soepanji. DEA (Gubernur Lemhanas) dan masih banyak lagi. Setiap respon positif itu hampir senada dengan tekad Bpk. T.B. Silalahi, Indonesia hari ini masih minim dalam hal penyajian film berkualitas dan untuk sebuah film dengan kualitas tinggi kita harus berani mengeluarkan modal besar walaupun resikonya tidak kembali modal, nilai-nilai budaya harus banyak diangkat ke layar lebar, paparnya pada saat premier film TOBA DREAMS ini. Semoga juga dengan hadirnya film TOBA DREAMS ini menambah wawasan dan kecintaan kita akan budaya dan adat-istiadat dari Indonesia, satu diantaranya BATAK. Terimakasih... Horas!!! 

Untuk yang belum sempat menyaksikan film TOBA DREAMS, silahkan... telah tersedia di Youtube melalui tautan dibawah ini. Terimakasih - mauliate...



Salam Magis, #GembelElite

Tidak ada komentar: